Selasa, 25 Maret 2014

Laporan PKL



TEKNIK IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA
LOBSTER (Panulirus sp.)


LAPORAN
PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN

Description: C:\Documents and Settings\DJ'2010\My Documents\My Pictures\UNPAtt baru.JPG



Alda K. Assagaf
2010 - 65 - 007






PROGRAM STUDI BUDI DAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
A M B O N
2 0 1 4


KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah S.W.T karena atas segala berkah, Hidayah dan pertolonganNya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan keteguhan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan PKL (Skripsi Mini) ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada program studi Budi Daya Perairan, jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura Ambon.
Penulis sadar bahwasanya laporan sederhana ini tidak mungkin tersusun seperti sekarang tanpa petunjuk, koreksi, saran serta motivasi dari berbagai pihak, sehingga wajarlah kiranya jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka semua.

Terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :

1.        Kedua  orang tua,  Ibunda Fathiyah Assagaf-Attamimi dan Ayahanda Drs. Mochsen Assagaf M.Si (alm) tercinta serta kedua adik Kholid Gozali Assagaf dan Abdurrahman Assagaf yang telah mencurahkan kasih sayang dan segala yang mereka punya untuk penulis termasuk doa dan dorongan untuk selalu sukses dalam kebaikan.
2.        Dr. Ir. J.W. Loupatty M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada penulis.
3.        Bruri Laimeheriwa M.Si Selaku pembimbing dalam penyelesaian laporan PKL yang telah memberikan banyak sekali motivasi dan saran demi perbaikan laporan PKL  yang lebih baik.
4.        Dr. Ir. B.J. Pattiasina M.Si selaku penasehat akademik yang telah mendampingi penulis dari awal perkuluahan hingga kini, juga Ruku Ratu Borut M.Sc selaku dosen yang telah membantu, memberi motivasi, dan dukungan kepada penulis dari awal pratek hingga penyusunan laporan PKL ini.
5.        Seluruh dosen Budi Daya Perairan sebagai orang tua kami di kampus yang telah ikhlas dalam membagi ilmu mereka kepada kami yang akan menjadi bekal di masa depan.
6.        Ibu Maryam Ulva Latuconcina yang telah bersedia menerima dan mengarahkan kami selama praktek di Balai Karantina Ikan, dan Pembimbing Lapangan Ibu Siti Sara Pelu yang selalu sabar membimbing penulis pada saat praktikum di Lab Balai Karantina Ikan.
7.        Seluruh Staf dan Pegawai  Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Kelas IA Waiheru yang selalu membimbing kami dalam praktek keterampilan lapangan ini.
8.        TIM PKL (Ijan, Ey, danCelo) yang telah menemani selama bekerja bersama di lapangan praktek juga para Sahabat-Sahabat Mia, Mega, Riza, Ela, Kiki, Novi, Dewi, Inha, Daya, Thya, Aida, Nuning, Fanny, Alwan, Yanhi, Fahmi, Ais, Magfir, dan masih banyak lagi yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu, terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus penyemangat terbaik selalu.
9.        Angkatan 2010 Budidaya Perairan, yang selalu menemani penulis selama masa perkuliahan. Tiada kata yang dapat mewakili birunya persahabatan dalam bingkai persaudaraan ini.
10.    Para kanda dan yunda civitas Solid Himpunan Mahasiswa Islam komisariat Perikanan Unpatti dan senior Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu terimakasih atas tuntunannya kepada penulis selama ini.
11.    Terakhir terimakasih untuk seorang supporter terhebat saya, penyemangat, motivator, serta pengkritik paling jeli, kakanda.
Penulis menyadari penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterimakasih bila ada kritikan, saran dan masukan yang bersifat membangun guna perbaikannya.Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata semoga Allah S.W.T., Tuhan Semesta Alam selalu mencurahkan Rahmat dan HidayahNya kepada kita semua.
Ambon, Februari 2014

                                 Penulis


































BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Di Indonesia lebih cenderung kepada lobster air laut, di karenakan lobster air tawar baru di rintis sekitar tahun 90-an hanya saja lobster air laut belum di budidayakan, hanya ada di pasaran karena tangkapan nelayan. Budidaya lobster baru dilakukan oleh sekelompok orang dan hanya terbatas di beberapa kota saja, karena itu anggota klas crustacea masih memiliki peluang untuk dibudidayakan sebagai salah satu komoditi perikanan andalan karena harga jual yang tinggi dan permintaan pasar yang besar (Akbar dkk, 2001).
Lobster adalah hewan laut yang termasuk dalam klas crustacea atau udang-udangan, jenis udang raksasa ini termasuk dalam family nephoropidae dan family homaridae termasuk lobster yang memiliki capit. Lobster merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi selain produk ikan. Lobster air tawar juga merupakan kerabat dari lobster karang tetapi memiliki rasa dan tekstur yang berbeda karena habitat asalnya.
Lobster merupakan hewan nokturnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari, pada siang hari lobster lebih senang bersembunyi pada lubang-lubang karang dan pada malam hari keluar untuk mencari makan di sekitar karang yang lebih dangkal pada waktu air pasang. Habitat lobster laut ada di daerah perairan yang berbatu, berkarang, dan berpasir. Banyaknya batu karang akan membantu lobster untuk bersembunyi dan bererproduksi. Hampir semua perairan di dunia menjadi habitat penyebaran hewan crustacea ini. Lobster di alam merupakan hewan yang memiliki pola makan omnivora atau pemakan segala. Lobster memakan ikan kecil, berbagai jenis molusca kecil dan udang-udangan kecil, serta algae dan tanaman laut. Dalam mencari makan, lobster berjalan di dasar perairan laut dengan menggunakan kaki-kakinya serta berburu dengan menggunakan capit yang berfungsi menjadi tangan juga (Moosa dan Aswandy, 1984).
Lobster yang merupakan klas crustacea yaitu suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan akuatik, hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Mayoritas dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya.
Namun lobster juga sama seperti hewan laut lain yang dapat terjangkit peyakit. Penyakit pada lobster ditandai dengan penurunan secara bertahap kemampuan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologis secara normal. Pada keadaan tersebut lobster berada dalam kondisi fisiologis yang tidak seimbang karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Timbulnya penyakit dapat diakibatkan oleh infeksi patogen yang berupa bakteri, virus, fungi, dan parasit. Penyakit yang disebabkan oleh jasad patogen ini merupakan penyakit infeksi yang merupakan masalah utama karena penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan tingkat mortalitas tinggi dalam waktu singkat.
Salah satu penyakit yang menyerang lobster adalah parasit. Parasit yang sering menyerang biota budidaya antara lain parasit jenis protozoa, metazoa, krustasea, dan hirudinea baik yang menempel di luar (ektoparasit) juga yang menempel di dalam (endoparasit). Infeksi yang di timbulkan dari serangan parasit dapat mengganggu kesehatan lobster dan juga tersebarnya wabah penyakit yang penyebarannya dapat terjadi dari suatu area tertentu serta pula terjadi secara bersamaan.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu diketahui cara yang cepat dan tepat untuk mengatasi parasit, dengan mengetahui teknik identifikasi ektoparasit yang menyerang lobster secara sistematis dan bertahap. Teknik identifikasi parasit yang dilaksanakan secara tepat, sistematis, kontinyu, dan terprogram, diharapkan dapat mengetahui lobster yang berada dalam keadaan sehat, sakit, atau sedang dalam keadaan sebagai pembawa agen penyakit (carrier) patogen yang spesifik.
1.1.       Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) antara lain:
-          Mempelajari teknik identifikasi ektoparasit pada lobster.
-          Mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada lobster.
1.2.       Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) antara lain:
-          Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam identifikasi ektoparasit pada lobster.
-          Mendapatkan pengetahuan tentang jenis ektoparasit yang menyerang lobster.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.        Biologi Lobster
2.1.1. Klasifikasi Lobster
Menurut Moosa dan Aswandy (1984), klasifikasi lobster (Panulirus sp) adalah sebagai berikut:
Super class: Crustacea
Class: Malacostraca
Ordo: Decapoda
Family: Palirunidae
Genus: Panulirus
Species: Panulirus sp
2.1.2. Morfologi Lobster
Gambar 1. Lobster Panulirus sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi

Pada pengamatan lobster (Panulirus spp.). Tubuh lobster terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.  Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala. Bentuknya runcing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enan ruas. Pada bagian itu terdapat beberapa organ lain. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua mata itu memiliki tangkai dan bisa bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga terdapat sungut kecil, yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut antena. Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut uropda. Warna lobster bervariasi tergantung jenisnya, pola-pola duri di kepala, dan warna lobster biasanya dapat dijadikan tanda spesifik jenis lobster.
2.1.3. Sistem Reproduksi
Lobster memiliki siklus hidup yang kompleks. Siklus hidup lobster mengalami beberapa tingkatan yang berbeda pada tiap jenis. Menurut Subani (1978), sistem pembuahan lobster terjadi di luar badan induknya (external fertilization). Indung telurnya berupa sepasang kantong memanjang terletak mulai dari belakang perut (stomach) dibawah jantung (pericarduim) yang dihubungkan keluar oleh suatu pipa peneluran (oviduct) dan bermuara di dasar kaki jalannya yang ketiga.
Menurut Moosa dan Aswandy (1984), ukuran panjang total lobster jantan dewasa kurang lebih 20 cm, dan betina kurang lebih 16 cm, sedangkan umur pertama kali matang gonad yaitu ditaksir antara 5 tahun – 8 tahun. Pada waktu pemijahan lobster mengeluarkan sperma dan meletakkannya di bagian dada (sternum) betina mulai dari belakang celah genital (muara oviduct) sampai ujung belakang sternum.
Peletakan sperma ini terjadi sebelum beberapa saat peneluran terjadi. Masa sperma yang baru saja dikeluarkan sifatnya lunak, jernih dan kemudian agak mengeras dan warna agak menghitam dan membentuk selaput pembungkus bagian luar atau semacam kantong sperma.
Pembuahan terjadi setelah telur-telur dikeluarkan dan ditarik kearah abdomen yaitu dengan cara merobek selaput pembungkus oleh betina dengan menggunakan cakar (kuku) yang berupa capit terdapat pada ujung pasangan kaki jalannya. Lobster yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan dibagian bawah dada (abdomen) sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva atau biasa disebut burayak atau tumpayak (Moosa dan Aswandy, 1984).
Lobster betina kadang-kadang dapat membawa telur antara 10.000 -100.000 butir, sedangkan pada jenis-jenis yang besar bisa mencapai 500.000 hingga jutaan telur. Banyak sedikitnya jumlah telur tergantung dari ukuran lobster air laut tersebut.
Lobster mempunyai periode pemijahan yang panjang puncaknya pada bulan November sampai Desember. Setiap individu hanya sekali memijah setahun. Tetapi pada musim perkembangbiakan, lobster dapat melakukannya lebih dari satu kali pemijahan. Waktu pemijahan sangat berhubungan dengan temperatur.
2.1.4. Siklus Hidup Lobster
Siklus hidup dari lobster mengalami beberapa perbuahan bentuk (stadia), seperti hal nya decapoda atau jenis krustacea yang lainnya maka larva lobster air laut yang baru menetas tersebut tidak langsung berbentuk seperti induknya.
Menurut Subani (1984), telur yang telah dibuahi dalam waktu 3-5 hari akan menetas menjadi stadia larva disebut juga burayak atau tumpayak. Dari mulai stadia larva sampai mencapai tingkat dewasa mengalami beberapa fase. Secara umum dikenal dengan adanya tiga tahapan stadia larva yaitu:
-          Naupliosoma
-          Filosoma
-          Puerulus
Perubahan dari stadia satu ke satadia yang lain selalu terjadi perubahan-perubahan bentuk metamorfosa yang terlihat dengan adanya modifikasi terutama pada alat-alat geraknya. Naupliosoma biasanya terjadi dalam waktu yang pendek, sering ditemukan pada daerah yang mendapatkan sinar matahari. Kemudian setelah mengalami pergantian kulit menjadi stadia Filosoma. Stadia filosoma ini bentuknya pipih, tembus cahaya dan memiliki kaki yang berfungsi sebagai kaki apung (berenang). Stadia filosoma ini masih terdiri dari beberapa tingkatan yang banyak tergantung dari spesiesnya.
Akhir dari stadia filosoma adalah dengan terjadinya pergantian kulit dan menjadi stadia baru yang mirip lobster air laut tetapi kulitnya belum mengeras, stadia ini disebut stadia puerulus. Umur dari stadia ini berkisar 10-14 hari dan memiliki ukuran rata-rata 5-7 cm. Lamanya masa kehidupan sebagai burayak berbeda setiap jenis lobster, dalam pertumbuhannya setelah stadia larva terlewati maka akan menjadi udang karang muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat oleh zat kapur dan mempunyai ukuran 7-10 cm. Udang karang muda akan menuju ketempat yang lebih gelap dan dalam. Setelah stadia puerulus berakhir, maka terbentuklah udang karang muda dan sejalan dengan perubahan waktu maka terbentuklah udang karang dewasa.
2.1.5. Habitat dan Penyebaran Lobster
Menurut Subani (1984), lobster hidup pada beberapa kedalaman tergantung jenis dari spesies dan lingkungan yang cocok, udang karang dapat hidup pada kedalaman 5-30 meter. Udang karang berduri mempunyai pentebaran yang sangat luas mulai dari daerah temperate sampai tropik, hidup mulai dari daerah intertidal sampai perairan yang dalam. Banyak spesies yang hidup pada daerah yang berbatu-batu, berlumpur, atau pasir dan membuat lubang. Palinuridae menyukai hidup pada lubang-lubang atau celah batu karang serta dasar dari terumbu karang. Jenis-jenis dari udang ini menyebar dari daerah litoral sampai kedalaman 400 meter di daerah tropik dan sub tropik. Pada daerah ekuator untuk perairan dangkal akan dijumpai genus panulirus. Keanekaragaman jenis lobster di perairan daerah tropika lebih besar daripada di daerah sub tropika, tetapi kelimpahannya relatif rendah.
Penyebaran dari lobster ini banyak terdapat diperairan barat Sumatera, selatan Jawa, perairan Nusa Tenggara Barat, perairan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Halmahera. Hampir sepanjang hidupnya udang karang memilih tempat-tempat yang berbatu karang, di balik batu karang yang hidup maupun batu karang yang mati, pada pasir berbatu karang halus, di sepanjang pantai dan teluk-teluk, karena itulah organisme ini dikenal dengan nama udang karang atau lobster.
Udang karang Panulirus sp. kurang menyukai tempat-tempat yang sifatnya terbuka dan terlebih arus yang kuat. Tempat-tempat yang disukai adalah perairan yang terlindung. Berdasarkan pengalaman nelayan, udang karang banyak terdapat di tempat-tempat yang memiliki kedalaman perairan 10 – 15 m. Kebiasaan hidupnya merangkak di dasar laut berkarang, di antara karang-karang, di gua-gua karang, dan di antara bunga karang. Berdasarkan kebiasaannya merangkak, maka udang karang dapat dikatakan tidak pandai berenang, walaupun memiliki kaki renang (Subani, 1984).
2.1.6. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan dapat tumbuh secara optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi seimbang. Dengan kata lain, ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah yang cukup, dalam budidaya perikanan saat ini terjadi kecenderungan bahwa semakin besar perusahaan maka perusahaan tersebut akan dikelola semakin intensif. Hal tersebut berarti, pada lahan yang kapasitas volumenya sama, padat penebarannya semakin bertambah banyak agar produksinya meningkat. Namun, pengelolaan pada tingkat padat penebaran tinggi dilakukan dengan biaya produksi yang rendah sehingga ikan harus diberi makanan, terutama pakan buatan.
Jumlah ransum  dan komposisi gizi yang dibutuhkan oleh seekor ikan berbeda-beda dan selalu berubah. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, umur ikan, dan ketersediaan pakan alami di dalam tempat peliharaannya.
Di perairan, makanan untuk kebutuhan ikan sebenarnya sudah tersedia yaitu berupa makanan alami yang banyak sekali macamnya, baik dari golongan hewan (zooplankton, invertebrate, dan vertebrate), tumbuhan (phytoplankton maupun tumbuhan air) dan organisme mati (detritus). Organisme yang dapat menjadi makanan ikan tersebut sangat bervariasi tergantung kepada tropic level, untuk suatu jenis ikan tertentu makanan dapat bervariasi menurut ukuran, tempat/habitat, musim dan jenis kelamin.
Selama tiga bulan pertama masa pemeliharaan, ikan atau kulitivan diberi pakan berupa ikan rucah, seperti tembang, selar, dan peperek hingga kenyang. Tujuh bulan berikutnya pemberian pakan hanya dilakukan satu hari sekali dengan dosis 4-6% bobot badan.
Udang karang termasuk hewan nokturnal yang aktif pada malam hari keluar meninggalkan sarangnya untuk mencari makan dan pasif pada siang hari. Hewan nokturnal memiliki aktivitas yang tinggi pada permulaan menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan tiba-tiba ketika matahari terbit.
Udang karang mengkonsumsi moluska dan echinodermata sebagai makanan yang paling digemarinya, selain ikan dan protein hewan lainnya, terutama yang mengandung lemak, serta jenis algae.
Makanan dari udang karang adalah hewan yang masih hidup atau baru saja dibunuhnya, dan lobster air laut cukup selektif dalam memilih makanannya.


2.1.7. Kualitas Air
Beberapa sifat air laut yang harus diperhatikan antara lain suhu air, kadar garam (salinitas), berat jenis, derajat keasaman (pH), kandungan oksigen, kandungan karbondioksida, dan kejernihan. Sifat-sifat air tersebut mempengaruhi kenyamanan makhluk hidup didalamnya.
Suhu dan salinitas memainkan peranan yang penting dalam kehidupan organisme laut dan estuaria. Suhu sangat berperan dalam mempercepat metabolisme dan kegiatan organ lainnya. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan terjadinya pengeringan sel.
Keasaman air yang lebih dikenal dengan pH juga sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan ikan. Keasaman dihitung berdasarkan logaritma negatif dari ion-ion hidrogen per liter air. Keasaman (pH) yang terlalu tinggi atau rendah akan meracuni ikan dan hewan lainnya. Derajat keasaman suatu perairan menunjukan tinggi rendahnya konsentrasi ion hodrogen perairan tersebut. Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan ikan air laut. Suatu perairan yang ber-pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Keasaman air dapat diukur menggunakan pH tester atau kertas pH. Pengelolaan kualitas air tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan ikan pada umumnya, diperlukan penyiponan kotoran dan sisa pakan didasar wadah. Pergantian air minimal satu kali sehari, sekitar 20-50 % atau bila diperlukan. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan kualitas air optimal dan tetap jernih.
Kisaran parameter kualitas air untuk pemeliharaan lobster secara lengkap, dapat di lihat pada tabel 1 :
Tabel 1. Parameter kualitas air untuk pemeliharaan lobster Panulirus sp.
PARAMETER
KISARAN NILAI
Suhu (oC)
11–29
Salinitas (‰)
25-45
DO (ppm)
>5
Ph
7,8-8,5
Kedalaman (m)
11-15
Amoniak (ppm)
< 0.1

2.2. Parasit
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam tubuh atau pada tubuh organisme lain (berbeda jenis), sehingga dapat memperoleh makanan dari inangnya. Organisme parasit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu patogen asli (true pathogen) dan patogen potensial (opportunistic pathogen).
Patogen asli adalah organisme parasit yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan ikan. Patogen potensial adalah organisme parasit yang dalam keadaan normal hidup dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan segera menjadi patogen penyebab suatu penyakit.
Berdasarkan sifatnya parasit dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1.    Parasit fakultatif
Parasit fakultatif merupakan organisme yang sebenarnya hidup bebas, tetapi karena kondisi tertentu, mengharuskan organisme tersebut hidup sebagai parasit sehingga sifat hidup keparasitannya tidak mutlak.
2.    Parasit obligat
Parasit obligat yaitu semua organisme yang untuk kelangsungan hidup dan eksistensinya mutlak memerlukan inang.
3.    Parasit insidental atau sporadis
Parasit ini merupakan suatu parasit yang karena suatu sebab berada pada inang yang tidak sewajarnya.
4.     Parasit eratika
Parasit ini merupakan parasit yang terdapat pada inang yang wajar tetapi menginfeksi pada daerah yang tidak wajar.  `
Umumnya parasit mendatangkan kerugian kepada inangnya dengan beberapa cara antara lain menghisap cairan (darah, cairan limfa, dan eksudat), memakan jaringan padat secara langsung, menyebabkan penyumbatan secara mekanis pada saluran tertentu (usus, saluran empedu, dan pembuluh darah), menyebabkan tekanan atrofis, menghancurkan sel-sel tubuh dengan berlangsungnya pertumbuhan di dalamnya, memproduksi substansi beracun (hemolisin, histolisin, dan anti penjedalan), menyebabkan timbulnya reaksi tertentu (alergi, pembengkakan, hipertrofi, hiperplasia), dan juga menurunkan daya tahan inangnya terhadap penyakit dan parasit lainnya.


2.3. Ektoparasit yang Biasa Menyerang Lobster
Berikut adalah ektoparasit yang sering menyerang lobster:
1.  Octolasmis mueleri
Klasifikasi:
Phylum: Arthropoda
                        Class: Crustacea
                                    Ordo: Decapoda
                                                Genus: Octolasmis
                                                            Spesies: Octolasmis mueleri
Morfologi: bentuk tubuh seperti kecamba, memiliki alat untuk menancap kuat pada inang yang terletak pada bagian pengeluaran, berkembang biak dengan cara bertelur.
Organ sasaran: insang, kaki jalan, kaki renang, ekor, karapaks, antena, mata, mulut.
Jenis ikan yang di serang: kepiting bakau, udang windu, dan lobster
Gejala klinis: badan kurus dan berat badan menurun.
Pengendalian: - Dicegah melalui tindakan sanitasi yang ketat
           - Menghilangkan detritus seperti sisa kista artemia
                        - Memberikan formalin 50-100 ppm selama 30 menit.
Octolasmis mueleri adalah salah satu spesies teritip bertangkai (pedunculata) yang merupakan organisme epizoit yang sering ditemukan dalam bilik pernapasan beberapa spesies decapoda. mueleri diduga merupakan nama lain dari teritip yang banyak tersebar di seluruh belahan dunia yang dikenal dengan nama Octolasmis lowei atau salah satu dari subspesies O. lowei yang hidup di perairan dangkal.
Jenis teritip ini menggunakan inang mereka untuk memperoleh nutrisi, transportasi, atau perlindungan dari predator. Kebanyakan teritip yang bersimbiosis dengan crustacea bersifat epizoik pada bagian mulut, pleopod, cheliped, maxilliped, atau karapas, sedangkan beberapa merupakan simbion internal di dalam bilik insang .
2.  Ascarophis sp.
Klasifikasi:
Phylum: Nemathelminthes
Class: Nematode
Genus: Ascarophis
Spesies: Ascarophis sp
Morfologi: ektoparasit yang berukuran panjang dan kurus dengan segmen pada seluruh tubuhnya dan hidup bebas, ukuran panjang jantan 5 mm dan betina 8 mm.
Organ sasaran: insang dan karapas
Jenis Ikan yang diserang: kepiting bakau, lobster, dan ikan kerapu
Gejala klinis: Berenangnya lambat dan kondisi ikan lemah.
3.  Zoothamnium sp.
Klasifikasi:
Phylum: Ciliophora
Class: Oligohymenophorea
Ordo: Peritrichia
Family: Zoothamniidae
Genus: Zoothamnium
Spesies: Zoothamnium sp.
Morfologi: Merupakan parasit yang berwarna transparan dan keputih-putihan, hidup secara berkoloni, badan memanjang berbentuk kerucut hampir bulat.
Organ sasaran: Insang, Ekor, Perut dan Karapaks.
Jenis Ikan yang diserang: Kepiting bakau, dan Lobster.

2.4. Pemeriksaan dan Teknik Identifikasi Parasit
Menurut Handajani dan Samsundari (2005), identifikasi parasit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a.       Makroskopis
       Dengan mengamati secara langsung penampilan maupun tingkah laku organisme peliharaan, maka organisme yang sakit akan memperlihatkan gejala-gejala yang berbeda dari organisme yang sehat.
       Pemeriksaan secara visual dapat pula dilakukan terhadap organ-organ dalam seperti gonad, ginjal, hati dan sebagainya dengan cara melakukan pembedahan. Adanya infeksi endoparasit dapat mengakibatkan ketidaknormalan bentuk dan warna organ dalam.
b.      Mikroskopis
       Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop terhadap ektoparasit maupun endoparasit pada organisme yang tidak mampu untuk dilihat secara jelas maupun tidak dapat dilihat sama sekali dengan metode pengamatan makroskopis.

       Handajani dan Samsundari (2005) juga menyatakan bahwa parasit pada organisme dapat diidentifikasi setelah melihat gejala yang ditimbulkan oleh parasit tersebut terhadap inangnya. Pemeriksaan pertama adalah pemeriksaan ektoparasit yang dilakukan pada permukaan tubuh dengan cara mengerok lendir (mucus) dan diamati menggunakan mikroskop.
          Pemeriksaan endoparasit meliputi pemeriksaan pada insang, endo telescopium, organ pencernaan, otot, dan otak. Pada bagian insang diamati dengan cara mencabut atau memotong tapis insang, diletakkan dalam cawan petri yang berisi air laut atau air yang dicampur garam dapur, kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
          Pemeriksaan endoparasit parasit dilakukan dengan cara membedah tubuh organisme dan mengambil organ-organ dalam seperti gonad, pembuluh hemolimfa, jaringan subkutikula, ginjal, hati dan sebagainya untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop, secara terpisah.
          Pada pemeriksaan usus dilakukan dengan cara memotong dan mengeluarkan isinya dan diletakkan dalam gelas objek. Preparat dapat langsung diperiksa di bawah mikroskop atau diwarnai dengan larutan Giemsa terlebih dahulu.
          Spora parasit merupakan yang paling mudah ditemukan dalam pemeriksaan mikroskopis ini. Pemeriksaan spora meliputi pengamatan morfologi dan pengukuran dimensi spora. Pemeriksaan terhadap otot dilakukan dengan cara membuat sayatan tipis, kemudian melakukan prosedur yang sama dengan cara pemeriksaan di atas.



BAB III
LINGKUP KEGIATAN

3.1. Tempat dan Waktu
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Januari  2014 di Balai Karantina Ikan Waiheru, Ambon.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam Praktek Kerja Lapang  ini antara lain dapat di lihat pada table 2 dan table 3:
Tabel 2. Alat yang di gunakan:
No
Alat
Kegunaan
1
Disseting set
Untuk pembedahan, pengorekan lendir
2
Mikroskop
Untuk identifikasi parasite
3
Pipet
Untuk mengambil NaCl
6
Tisu
Untuk membersihkan alat
7
Botol sampel
Untuk membuat koleksi
8
Sarung tangan dan masker
Digunakan peneliti agar  tetap steril

Tabel 3. Bahan yang digunakan:
No
Bahan
Kegunaan
1
Lobster Panulirus sp.
Sebagai bahan praktek
2
NaCl 0.2 %
Untuk memudahkan pergerakan parasit
3
Formalin 10 %
Untuk koleksi


3.3. Prosedur Kerja
a)      Ambil sampel lobster, letakan pada papan bedah.
b)      Ambil setiap lendir pada bagian-bagian organ lobster  yang akan di identifikasi (Antena, Karapaks, Kaki jalan, Kaki renang, Ekor dan Insang).
c)      Letakan pada slide yang sudah diberi label dan ditetesi larutan NaCl 0.2 %.
d)     Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 7X, 10X, 15X, 20X, 25X, 30X, 35X, 40X, 45X.
e)      Identifikasi sesuai dengan interpretasi hasil.
f)       Setelah mendapatkan objek yang digunakan buka Software Motic untuk melihat objek pengamatan pada layar komputer.
g)      Klik capture untuk mengambil gambar objek pengamatan.
h)      Klik save untuk menyimpan gambar objek pengamatan.

3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah Metode Deskriptif yaitu metode yang memberi gambaran secara lengkap, sistematis dan faktual mengenai data atau kegiatan yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisis dan pembahasan data.

3.5. Teknik Pengumpulan Data
Praktek Kerja Lapang dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap kegiatan-kegiatan di Balai Karantina Ikan khususnya berkaitan dengan teknik dan identifikasi parasit pada Lobster Panulirus sp.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.            Hasil
4.1.1.                              Keadaan Umum Lokasi Praktek Keterampilan Lapangan (PKL)
Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon terletak di jalan Laksdya Leo Wattimena Waiheru Ambon, Maluku. Lokasi SKI Kelas I Ambon berbatasan dengan :
-          Sebelah barat, jalan.
-          Sebelah timur, SMK Negeri 3 Ambon
-          Sebelah utara, Balai Budidaya Laut Waiheru, Ambon.
-          Sebelah selatan, rumah warga
Stasiun Karantina Ikan Ambon merupakan UPT Karantina Ikan yang mempunyai wilayah kerja di Pulau Ambon. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon adalah UPT Pusat Karantina Ikan di Propinsi Maluku dengan wilayah kerja operasional utama yaitu Bandara Udara Pattimura karena merupakan salah satu pintu pemasukan/pengeluaran komoditas perikanan di kawasan timur Indonesia yang mobilitas komoditas perikanannya cukup tinggi.
4.1.2. Tugas dan Fungsi SKI Kelas IA Ambon
Tugas pokok Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon adalah : “Melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya HPIK (Hama Penyakit Ikan Karantina) dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Stasiun Karantina Ikan Kelas IA Ambon memiliki fungsi sebagai berikut :
1.      Melaksanakan tindak karantina ikan terhadap media pembawa hama dan penyakit ikan.
2.      Melaksanakan kegiatan uji coba.
3.      Membuat koleksi Hama dan Penyakit Ikan (HPI) dan Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) serta media pembawa.
4.      Melaksanakan pemantauan daerah sebar HPI/HPIK .
5.      Mengumpulkan dan mengolah data tindak karantina ikan.
6.      Melaksanakan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan karantina ikan.
7.      Mengelola urusan rumah tangga dan tata usaha.

4.1.3.  Kegiatan Laboratorium Uji Parasitologi
Kegiatan pengujian pada laboratorium parasitologi meliputi pemeriksaan terhadap penyakit ikan golongan parasit pada organ eksternal dan internal, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi dan pengawetan jenis parasit yang ditemukan. Pemeriksaan dilakukan pada media pembawa HPI/HPIK yang dilalulintaskan pada kegiatan ekspor, impor, domestik keluar serta pada kegiatan pemantauan yang dilaksanakan secara periodik.

4.1.4.  Tindakan Karantina Ikan
Tindak karantina ikan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Tindak karantina ikan meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam tindakan karantina ini adalah sebagai berikut :
1.      Pemeriksaan               
Tindakan untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan serta untuk mendeteksi adanya hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan penyakit ikan karantina.
2.      Pengasingan               
Tindakan mengisolasi media pembawa yang diduga tertular hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan penyakit ikan karantina di suatu tempat yang khusus, karena sifatnya memerlukan waktu yang lama untuk mendeteksinya dan agar tidak menyebarkan atau menularkan Hama dan Penyakit Ikan Karantina ke lingkungan sekitarnya atau tempat tujuan.
3.      Pengamatan                
Tindakan mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan penyakit ikan karantina pada media pembawa yang diasingkan.
4.      Perlakuan                   
Tindakan yang dilakukan berupa pembebasan media pembawa dari hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan penyakit ikan karantina.
5.      Penahanan                  
Tindakan menahan media pembawa yang akan dimasukkan ke dalam negeri atau suatu area di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
6.      Penolakan                   
Tindakan tidak diijinkannya media pembawa dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari suatu area di wilayah Negara Republik Indonesia.
7.      Pemusnahan               
Tindakan memusnahkan media pembawa sebagai tindak lanjut dari Tindakan Karantina sebelumnya.
8.      Pembebasan    
Tindakan mengijinkan media pembawa untuk dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari suatu area atau dalam wilayah Negara Republik Indonesia melalui tempat-tempat pemasukan atau pengeluaran yang telah ditetapkan setelah dikenakan Tindakan Karantina sebelumnya.
Tindak karantina ikan yang dilakukan petugas Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon terhadap media pembawa pada kegiatan domestik keluar dan ekspor meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isi dokumen, pengasingan bila tertular hama dan penyakit, pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap media pembawa, yang selanjutnya dikeluarkan sertifikat kesehatan ikan, sedangkan tindakan karantina yang dilakukan terhadap media pembawa yang dilalulintaskan ke dalam area (domestik masuk) meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isi dokumen, pengamatan gejala klinis media pembawa yang selanjutnya dikeluarkan sertifikat pelepasan.



4.2.       Pembahasan
4.2.1. Pemeriksaan parasit
Pada pemeriksaan Ektoparasit Lobster, organ yang diperiksa adalah antena, karapaks luar dan dalam, kaki jalan, kaki renang, dan ekor. Pemeriksaan bagian karapaks luar dan dalam, kaki jalan dan kaki renang tidak ditemukan ektoparasit, tetapi pada pemeriksaan antena di temukan Octolasmis sp. Gambar Antena dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Antena lobster tempat Octolasmis sp. Menempel
Sumber: Dokumentasi pribadi
Pemeriksaan pertama di lakukan pada lobster segar, dan pemeriksaan kedua dilakukan pada lobster yang masih hidup. Hasil yang paling baik dilakukan pemeriksaan pada lobster adalah lobster segar atau yang masih hidup, dimana parasit lebih mudah dikenali karena masih hidup dan bergerak.
Kegiatan praktek keterampilan lapangan yang di laksanakan di laboratorium uji Parasitologi di Balai Karantina Ikan Waiheru Ambon, pemeriksaan parasit meliputi pemeriksaan eksternal (ektoparasit) pada lobster. Pemeriksaan ekternal dilakukan dengan memeriksa bagian antena, karapaks, kaki renang, kaki jalan, dan ekor.
Dari hasil pemeriksaan parasit, pada bagian eksternal hanya pada antena yang di temukan parasit jenis Octolasmis sp, sedangkan pada bagian lain tidak  di temukan parasit, hal ini kemungkinan di karenakan pada bagian eksternal dari lobster memiliki lapisan yang mencegah terjadinya serangan parasit meskipun sering terkontak dengan substrat tempat hidupnya. Octolasmis sp dapat menempel secara kuat dengan mengaitkan kakinya pada bagian-bagian lobster yang dapat mendukung proses berkembangbiak Octolasmis sp dengan cepat. Hewan uji yang di periksa berupa lobster segar dan atau yang masih hidup. Penggunaan sampel hidup ini memudahkan kita untuk memeriksa jenis parasit yang ada pada lobster, karena bila menggunakan sampel yang mati maka kemungkinan parasit yang ada ikut mati. Hal ini disebabkan bahwa Parasit membutuhkan inangnya untuk kehidupannya. Pada saat pemeriksaan parasit di tambahkan dengan NaCl fisiologis. Penambahan ini bertujuan untuk memudahkan pergerakan dari parasit dan memungkinkan parasit bisa tetap hidup. Selanjutnya di lakukan pengawetan untuk koleksi parasit.

4.2.2. Teknik Identifikasi Ektoparasit Pada Lobster
Teknik pemeriksaan parasit pada Lobster dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Teknik pemeriksaan makroskopis yaitu pengamatan secara kasat mata terhadap semua organ lobster sedangkan teknik pemeriksaan mikroskopis adalah teknik pengamatan organ-organ lobster dibawah mikroskop. Organ-organ yang diperiksa secara mikroskopis adalah lendir karapaks dalam dan luar, lendir kaki jalan, lendir kaki renang, dan lendir ekor.

1.    Teknik Pemeriksaan Makroskopis
a.       Organ-organ eksternal Lobster seperti antena, kepala, karapaks yang dapat diamati secara kasat mata, jika ditemukan parasit maka diambil dengan menggunakan pinset untuk selanjutnya di buat koleksi.
b.      Jika dalam pemeriksaan makroskopis ditemukan parasit maka diambil dengan menggunakan pinset untuk selanjutnya di koleksi dengan cara merendam parasit dalam tabung tertutup yang berisi larutan formalin 10%.
2.    Teknik Pemeriksaan Mikroskopis
a.       Karapaks luar, kaki jalan, kaki renang, dan ekor di korek lendirnya untuk di amati di bawah mikroskop, jika ditemukan parasit maka disisihkan dengan menggunakan jarum untuk kemudian di koleksi.
b.      Koleksi dilakukan dengan cara merendam parasit dalam tabung tertutup yang berisi larutan formalin 10%.
Identifikasi parasit dilakukan dengan cara mencocokkan morfologi parasit yang ditemukan dari hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis dengan jenis-jenis parasit dalam buku identifikasi parasit.

4.2.3.  Jenis Ektoparasit dan Organ Tempat Parasit Ditemukan
         Berdasarkan hasil identifikasi, jenis ektoparasit yang ditemukan yaitu 1 spesies dari filum Arthropoda yaitu Octolasmis sp. Jenis parasit yang berhasil ditemukan pada Lobster selama kegiatan PKL dan organ tempat parasit ditemukan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis parasit dan organ tempat parasit ditemukan:
No
Organ Pemeriksaan
Parasit yang ditemukan
1
Karapaks
Tidak ditemukan
2
Kaki Jalan
Tidak ditemukan
3
Kaki Renang
Tidak ditemukan
4
Antena
Octolasmis sp.
5
Ekor
Tidak ditemukan

5.4. Octolasmis sp.
Gambar 3. Octolasmis sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi

Octolasmis sp.  adalah salah satu parasit bertangkai yang yang sering ditemukan dalam ruang pernapasan beberapa spesies decapoda. Genus Octolasmis adalah salah satu jenis dari genera Lepadomorpha yang paling besar, terdiri dari 37 spesies, kebanyakan bersifat ektosimbiosis dengan crustacea laut khususnya dari ordo decapoda terutama kepiting dan lobster, sedangkan beberapa jenis kadang ditemukan pada karang, echinodermata, moluska, ikan, atau ular laut.
Setelah di ketehui jenis parasit octolasmis maka di ambil sistematika dari buku identifikasi ektoparasit di laboraturium uji parasitologi di Balai Karantina Ikan.
Klasifikasi Octolasmis sp. adalah sebagai berikut:
Phylum: Arthropoda
                        Class: Crustacea
                                    Ordo: Decapoda
                                                Genus: Octolasmis
                                                            Spesies: Octolasmis sp.
Morfologi  dari parasit ini yaitu bentuk tubuh seperti kecamba, memiliki alat untuk menancap kuat pada inang yang terletak pada bagian pengeluaran, dan berkembang biak dengan cara bertelur, panjang tangkai 2 mm memiliki sel semen dengan diameter sekitar 50 mm. Masing-Masing sel memiliki satu nukleus dan satu nukleolus. Biasanya, organ sasaran dari parasit ini adalah insang, kaki jalan, kaki renang, ekor, karapaks, antena, mata, dan mulut. Parasit ini biasanya menyerang organisme seperti kepiting bakau, udang windu, dan lobster.
Gejala Klinis yang ditimbulkan dari parasit ini terhadap organisme antara lain badan kurus dan berat badan menurun. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi dari parasit ini yaitu:
-          Melalui tindakan sanitasi yang ketat.
-          Menghilangkan detritus seperti sisa kista artemia.
-          Memberikan formalin 50-100 ppm selama 30 menit.
Jenis parasit ini menggunakan inang mereka untuk memperoleh nutrisi, juga perlindungan dari predator. Tujuan penempelan O. sp. adalah insang karena dari hasil pemeriksaan yang di lakukan di Balai Karantina Ikan, parasit ini paling banyak ditemukan di bagian insang. Tetapi pada praktek keterampilan lapangan yang saya lakukan ini, parasit ini di temukan pada antena.
Anatomi parasit ini biasanya lebih sederhana, parasit jenis ini tidak punya otot, hanya memiliki tubuh seperti kantung. Parasit ini mendapatkan makanan dengan menyusupkan benang-benang rhizoma yang ada dalam tubuh ke dalam tubuh inang tempat mereka menempel. Keberadaan O. sp. dalam ruang pernapasan dapat mempengaruhi inang dalam banyak hal, pengaruh yang diberikan O. sp. pada inangnya antara lain :
1)   Berkurangnya oksigen dalam air pada bilik pernapasan inang.
2)   Pertumbuhan  parasit dapat menghalangi sirkulasi air dalam bilik pernapasan inang, sehingga menyebabkan inang harus mengeluarkan energi yang lebih besar untuk proses sirkulasi air.













BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
-        Hasil identifikasi yang dilakukan, ditemukan jenis parasit octolasmis pada antena dari lobster, sedangkan bagian lobster yang lain tidak di temukan parasit.
-        Ketahanan tubuh lobster bagian luar cukup kuat sehingga parasit susah untuk menempel pada luar tubuh lobster, sehingga dari literatur di peroleh informasi bahwa octolasmis banyak terdapat di insang dari inang untuk mengambil nutrisi inang.
5.2. Saran
Pada pengamatan makroskopis dan mikroskopis harus benar-benar teliti untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi juga waktu penelitian perlu di tambah sehingga dapat memberikan penjelasan yang lebih banyak dan akurat.








DAFTAR PUSTAKA

Richard, J. F. Jenkins. 1972 Metanephrops, A New Genus Of Late Pliocene
ToRecent Lobsters (Decapoda, Nephropidae).

Ahmad, J. Faizin. 2001. Penanganan Dan Pemasran Lobster Air Laut. (Panulirus Spp)
Untuk Tujuan Ekspor Pada UD. OBA Cilacap Jawa Tengah.

Jones C. M., C. P. McPhee, I. M. Ruscoe. 2000. A Review of Genetic Improvement
in Growth Rate in Redclaw CrayfishCherax quadricarinatus (Von Marten), Q DPI, Walkamin, Queensland.di kunjungi 23/4/2011.

Moosa dan Aswandy (1984), dalam klasifikasi lobster (Panulirus spp).
Subani (1984) dalam penjelasan tentang udang karang.
Handajani dan Samsundari (2005) Tektik Identifikasi Ektoparsit.Holthuis, L. B. 1991.
Marine Lobsters of the World: An Annotated and Illustrated Catalogue of Species of Interest to Fisheries Known to Date Vol. 13 No. 125. Food ang Agriculture Organization of the United Nations, Roma.

Martin, Joel W. and George E. Davis. 2001. An Update Classification of the Recent Crustacea. Natural History Museum of Los Angeles County, United States of America.

Minami, Hideki, Nariaki Inoue and Hideo Sekiguchi. 2001. Vertical Distributions of Phyllosoma Larvae of Palinurid and Scyllarid Lobsters in the Western North Pasific Journal of Ocenography Vol. 57pp. 743 to 748. Faculty of Bioresources Mie University, Japan.

Myers, P., R. Espinosa, C. S. Parr, T. Jones, G. S. Hammond, and T. A. Dewey. 2008. The Animal Diversity Web (online). Accessed at http://animaldiversity.org [7 September 2008]


Buku Identifikasi Parasit Balai Karantina Ikan Waiheru, Ambon.




LAMPIRAN – LAMPIRAN

LAMPIRAN 1.    (Alat dan Bahan)
  1. Alat

Description: Description: E:\Aldha File\kamera\disetting set.jpg
Slides ( preparat )
Disseting set
Wadah
Mikroskop
komputer
Sarung tangan dan masker













  1. Bahan

Formalin
NaCl Fisiologis
Alkohol
Lobster Panulirus sp.



Sarung tangan dan masker
 
 






LAMPIRAN 2.  Ruangan
Laboratorium
Penerimaan Sampel
Nekropsi Dan Uji Parasitologi
Sterilisasi




LAMPIRAN 3. ( Kegiatan Praktek )

Description: E:\Aldha\FOTO-FOTO\100_0509.JPG
Sterilisasi wadah dengan air
Sterilisasi wadah dengan alkohol
Proses kerok lendir
Description: E:\Aldha\kamera\IMG-20140213-00149.jpg
Proses kerok lendir
Proses pembedahan
Identifikasi dengan mikroskop











LAMPIRAN 4.  ( Gambar Parasit )

Octolasmis sp.

LAMPIRAN 5. (Gambar Parasit Yang Dikoleksi)



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar