TEKNIK IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA
LOBSTER (Panulirus sp.)
LAPORAN
PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN
Alda K. Assagaf
2010 - 65 - 007
PROGRAM
STUDI BUDI DAYA PERAIRAN
JURUSAN
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
A
M B O N
2
0 1 4
KATA
PENGANTAR
Penulis
bersyukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah S.W.T karena atas segala berkah,
Hidayah dan pertolonganNya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan keteguhan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan PKL (Skripsi
Mini) ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada program
studi Budi Daya Perairan, jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura Ambon.
Penulis
sadar bahwasanya laporan sederhana ini tidak mungkin tersusun seperti sekarang tanpa
petunjuk, koreksi, saran serta motivasi dari berbagai pihak, sehingga wajarlah kiranya
jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada mereka semua.
Terimakasih sebesar-besarnya
penulis ucapkan kepada :
1.
Kedua
orang tua, Ibunda Fathiyah Assagaf-Attamimi
dan Ayahanda Drs. Mochsen Assagaf M.Si (alm) tercinta serta kedua adik Kholid Gozali Assagaf dan Abdurrahman Assagaf yang
telah mencurahkan kasih sayang dan segala yang mereka punya untuk penulis termasuk
doa dan dorongan untuk selalu sukses dalam kebaikan.
2.
Dr.
Ir. J.W. Loupatty M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan yang selalu
memberi dorongan dan motivasi kepada penulis.
3.
Bruri Laimeheriwa M.Si Selaku
pembimbing dalam penyelesaian laporan PKL yang telah memberikan banyak sekali motivasi
dan saran demi perbaikan laporan PKL
yang lebih baik.
4.
Dr. Ir. B.J. Pattiasina M.Si selaku penasehat
akademik yang telah mendampingi penulis dari awal perkuluahan hingga kini, juga Ruku Ratu Borut M.Sc selaku
dosen yang telah membantu, memberi motivasi, dan dukungan
kepada penulis dari awal pratek hingga penyusunan laporan PKL
ini.
5.
Seluruh dosen Budi Daya Perairan sebagai
orang tua kami di kampus yang telah ikhlas dalam membagi ilmu mereka kepada
kami yang akan menjadi bekal di masa depan.
6.
Ibu Maryam Ulva Latuconcina yang telah bersedia
menerima dan mengarahkan kami selama praktek di Balai Karantina Ikan, dan Pembimbing Lapangan Ibu Siti Sara
Pelu yang selalu sabar membimbing penulis pada saat praktikum di Lab Balai Karantina
Ikan.
7.
Seluruh Staf dan Pegawai Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Kelas
IA Waiheru yang selalu membimbing kami dalam praktek keterampilan lapangan ini.
8.
TIM PKL (Ijan, Ey, danCelo) yang telah menemani
selama bekerja bersama di lapangan praktek juga para Sahabat-Sahabat Mia, Mega,
Riza, Ela, Kiki, Novi, Dewi, Inha, Daya, Thya, Aida, Nuning, Fanny, Alwan, Yanhi,
Fahmi, Ais, Magfir, dan masih banyak lagi yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu,
terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus penyemangat terbaik selalu.
9.
Angkatan 2010 Budidaya Perairan, yang
selalu menemani penulis selama masa perkuliahan. Tiada kata yang dapat mewakili
birunya persahabatan dalam bingkai persaudaraan ini.
10. Para
kanda dan yunda civitas Solid
Himpunan
Mahasiswa Islam komisariat
Perikanan Unpatti dan senior Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu terimakasih atas tuntunannya kepada penulis
selama ini.
11. Terakhir
terimakasih untuk seorang supporter terhebat saya, penyemangat, motivator,
serta pengkritik paling jeli, kakanda.
Penulis
menyadari penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
sangat berterimakasih bila ada kritikan, saran dan masukan yang bersifat membangun
guna perbaikannya.Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir
kata semoga Allah S.W.T., Tuhan Semesta Alam selalu mencurahkan Rahmat dan HidayahNya
kepada kita semua.
Ambon, Februari
2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Di Indonesia lebih cenderung kepada
lobster air laut, di karenakan lobster air tawar baru di rintis sekitar tahun 90-an hanya saja lobster air
laut belum di budidayakan, hanya ada di pasaran karena tangkapan nelayan.
Budidaya lobster
baru dilakukan oleh sekelompok orang dan hanya terbatas di beberapa kota saja, karena itu anggota klas crustacea
masih memiliki peluang untuk dibudidayakan sebagai salah satu komoditi
perikanan andalan karena harga jual yang tinggi dan permintaan pasar yang besar
(Akbar dkk, 2001).
Lobster adalah hewan laut yang
termasuk dalam klas
crustacea atau udang-udangan, jenis
udang raksasa ini termasuk dalam family
nephoropidae dan family
homaridae termasuk lobster yang memiliki
capit. Lobster merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki nilai
ekonomis tinggi selain produk ikan. Lobster air tawar juga merupakan kerabat
dari lobster karang tetapi memiliki rasa dan tekstur yang berbeda karena
habitat asalnya.
Lobster merupakan hewan nokturnal
yaitu hewan yang aktif pada malam hari, pada siang hari lobster lebih senang
bersembunyi pada lubang-lubang karang dan pada malam hari keluar untuk mencari
makan di sekitar karang yang lebih dangkal pada waktu air pasang. Habitat
lobster laut ada di daerah perairan yang berbatu, berkarang, dan berpasir.
Banyaknya batu karang akan membantu lobster untuk bersembunyi dan
bererproduksi. Hampir semua perairan di dunia menjadi habitat penyebaran hewan
crustacea ini. Lobster di alam merupakan hewan yang memiliki pola makan
omnivora atau pemakan segala. Lobster memakan ikan kecil, berbagai jenis
molusca kecil dan udang-udangan kecil, serta algae dan tanaman laut. Dalam
mencari makan, lobster berjalan di dasar perairan laut dengan menggunakan
kaki-kakinya serta berburu dengan menggunakan capit yang berfungsi menjadi
tangan juga (Moosa dan Aswandy, 1984).
Lobster yang merupakan klas
crustacea yaitu suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih
52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu
subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster,
kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan akuatik,
hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi
dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Mayoritas dapat bebas bergerak,
walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada
inangnya.
Namun lobster juga sama seperti
hewan laut lain yang dapat terjangkit peyakit. Penyakit pada lobster ditandai
dengan penurunan secara bertahap kemampuan dalam mempertahankan fungsi-fungsi
fisiologis secara normal. Pada keadaan tersebut lobster berada dalam kondisi
fisiologis yang tidak seimbang karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi
lingkungan. Timbulnya penyakit dapat diakibatkan oleh infeksi patogen yang
berupa bakteri, virus, fungi, dan parasit. Penyakit yang disebabkan oleh jasad
patogen ini merupakan penyakit infeksi yang merupakan masalah utama karena
penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan tingkat mortalitas tinggi dalam waktu
singkat.
Salah satu penyakit yang menyerang
lobster adalah parasit. Parasit yang sering menyerang biota budidaya antara
lain parasit jenis protozoa, metazoa, krustasea, dan hirudinea baik yang
menempel di luar (ektoparasit) juga yang menempel di dalam (endoparasit).
Infeksi yang di timbulkan dari serangan parasit dapat mengganggu kesehatan
lobster dan juga tersebarnya wabah penyakit yang penyebarannya dapat terjadi
dari suatu area tertentu serta pula terjadi secara bersamaan.
Berdasarkan permasalahan di atas
maka perlu diketahui cara yang cepat dan tepat untuk mengatasi parasit, dengan
mengetahui teknik identifikasi ektoparasit yang menyerang lobster secara
sistematis dan bertahap. Teknik identifikasi parasit yang dilaksanakan secara
tepat, sistematis, kontinyu, dan terprogram, diharapkan dapat mengetahui
lobster yang berada dalam keadaan sehat, sakit, atau sedang dalam keadaan
sebagai pembawa agen penyakit (carrier) patogen yang spesifik.
1.1.
Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek
Keterampilan Lapangan (PKL) antara lain:
-
Mempelajari teknik identifikasi
ektoparasit pada lobster.
-
Mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada
lobster.
1.2.
Manfaat
Manfaat
dari pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) antara lain:
-
Menambah pengetahuan dan keterampilan
dalam identifikasi ektoparasit pada lobster.
-
Mendapatkan pengetahuan tentang jenis
ektoparasit yang menyerang lobster.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biologi Lobster
2.1.1. Klasifikasi Lobster
Menurut Moosa dan Aswandy (1984), klasifikasi
lobster (Panulirus sp) adalah sebagai
berikut:
Super class: Crustacea
Class:
Malacostraca
Ordo: Decapoda
Family:
Palirunidae
Genus: Panulirus
Species: Panulirus sp
2.1.2. Morfologi Lobster
Gambar 1.
Lobster Panulirus sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Pada pengamatan lobster
(Panulirus spp.). Tubuh
lobster terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.
Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut
chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut
carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala.
Bentuknya runcing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enan ruas. Pada bagian
itu terdapat beberapa organ lain. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua
mata itu memiliki tangkai dan bisa bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga
terdapat sungut kecil, yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut
antena. Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut
abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan
bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor
terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut
uropda. Warna lobster bervariasi tergantung jenisnya, pola-pola duri di kepala,
dan warna lobster biasanya dapat dijadikan tanda spesifik jenis lobster.
2.1.3. Sistem
Reproduksi
Lobster memiliki siklus
hidup yang kompleks. Siklus hidup lobster mengalami beberapa tingkatan yang
berbeda pada tiap jenis. Menurut Subani (1978), sistem pembuahan lobster
terjadi di luar badan induknya (external fertilization). Indung telurnya berupa
sepasang kantong memanjang terletak mulai dari belakang perut (stomach) dibawah
jantung (pericarduim) yang dihubungkan keluar oleh suatu pipa peneluran
(oviduct) dan bermuara di dasar kaki jalannya yang ketiga.
Menurut Moosa dan Aswandy
(1984), ukuran panjang total lobster jantan dewasa kurang lebih 20 cm, dan betina
kurang lebih 16 cm, sedangkan umur pertama kali matang gonad yaitu ditaksir
antara 5 tahun – 8 tahun. Pada waktu pemijahan lobster mengeluarkan sperma dan
meletakkannya di bagian dada (sternum) betina mulai dari belakang celah genital
(muara oviduct) sampai ujung belakang sternum.
Peletakan sperma ini
terjadi sebelum beberapa saat peneluran terjadi. Masa sperma yang baru saja
dikeluarkan sifatnya lunak, jernih dan kemudian agak mengeras dan warna agak
menghitam dan membentuk selaput pembungkus bagian luar atau semacam kantong
sperma.
Pembuahan terjadi setelah
telur-telur dikeluarkan dan ditarik kearah abdomen yaitu dengan cara merobek
selaput pembungkus oleh betina dengan menggunakan cakar (kuku) yang berupa
capit terdapat pada ujung pasangan kaki jalannya. Lobster yang sedang bertelur
melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan dibagian bawah dada
(abdomen) sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva atau biasa
disebut burayak atau tumpayak (Moosa dan Aswandy, 1984).
Lobster betina kadang-kadang dapat membawa telur
antara 10.000 -100.000 butir, sedangkan pada jenis-jenis yang besar bisa
mencapai 500.000 hingga jutaan telur. Banyak sedikitnya jumlah telur tergantung
dari ukuran lobster air laut tersebut.
Lobster mempunyai periode pemijahan yang panjang puncaknya
pada bulan November sampai Desember. Setiap individu hanya sekali memijah
setahun. Tetapi pada musim perkembangbiakan, lobster dapat melakukannya lebih
dari satu kali pemijahan. Waktu pemijahan sangat berhubungan dengan temperatur.
2.1.4. Siklus Hidup Lobster
Siklus hidup dari lobster
mengalami beberapa perbuahan bentuk (stadia), seperti hal nya decapoda atau
jenis krustacea yang lainnya maka larva lobster air laut yang baru menetas
tersebut tidak langsung berbentuk seperti induknya.
Menurut Subani (1984), telur yang telah dibuahi dalam waktu 3-5 hari akan
menetas menjadi stadia larva disebut juga burayak atau tumpayak. Dari mulai
stadia larva sampai mencapai tingkat dewasa mengalami beberapa fase. Secara
umum dikenal dengan adanya tiga tahapan stadia larva yaitu:
-
Naupliosoma
-
Filosoma
-
Puerulus
Perubahan dari stadia satu
ke satadia yang lain selalu terjadi perubahan-perubahan bentuk metamorfosa yang
terlihat dengan adanya modifikasi terutama pada alat-alat geraknya. Naupliosoma
biasanya terjadi dalam waktu yang pendek, sering ditemukan pada daerah yang
mendapatkan sinar matahari. Kemudian setelah mengalami pergantian kulit menjadi
stadia Filosoma. Stadia filosoma ini bentuknya pipih, tembus cahaya dan
memiliki kaki yang berfungsi sebagai kaki apung (berenang). Stadia filosoma ini
masih terdiri dari beberapa tingkatan yang banyak tergantung dari spesiesnya.
Akhir dari stadia filosoma
adalah dengan terjadinya pergantian kulit dan menjadi stadia baru yang mirip
lobster air laut tetapi kulitnya belum mengeras, stadia ini disebut stadia puerulus. Umur dari stadia ini berkisar 10-14 hari dan memiliki ukuran
rata-rata 5-7 cm. Lamanya masa kehidupan sebagai burayak berbeda setiap jenis
lobster, dalam pertumbuhannya setelah stadia larva terlewati maka akan menjadi
udang karang muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat oleh zat kapur
dan mempunyai ukuran 7-10 cm. Udang karang muda akan menuju ketempat yang lebih
gelap dan dalam. Setelah stadia puerulus berakhir, maka terbentuklah udang
karang muda dan sejalan dengan perubahan waktu maka terbentuklah udang karang
dewasa.
2.1.5. Habitat dan Penyebaran Lobster
Menurut Subani (1984),
lobster hidup pada beberapa kedalaman tergantung jenis dari spesies dan
lingkungan yang cocok, udang karang dapat hidup pada kedalaman 5-30 meter.
Udang karang berduri mempunyai pentebaran yang sangat luas mulai dari daerah
temperate sampai tropik, hidup mulai dari daerah intertidal sampai perairan
yang dalam. Banyak spesies yang hidup pada daerah yang berbatu-batu, berlumpur,
atau pasir dan membuat lubang. Palinuridae menyukai hidup pada lubang-lubang
atau celah batu karang serta dasar dari terumbu karang. Jenis-jenis dari udang
ini menyebar dari daerah litoral sampai kedalaman 400 meter di daerah tropik
dan sub tropik. Pada daerah ekuator untuk perairan dangkal akan dijumpai genus
panulirus. Keanekaragaman jenis lobster di perairan daerah tropika lebih besar
daripada di daerah sub tropika, tetapi kelimpahannya relatif rendah.
Penyebaran dari lobster
ini banyak terdapat diperairan barat Sumatera, selatan Jawa, perairan Nusa
Tenggara Barat, perairan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
dan Halmahera.
Hampir sepanjang hidupnya udang karang memilih
tempat-tempat yang berbatu karang, di balik batu karang yang hidup maupun batu
karang yang mati, pada pasir berbatu karang halus, di sepanjang pantai dan
teluk-teluk, karena itulah organisme ini dikenal dengan nama udang karang atau
lobster.
Udang karang Panulirus sp. kurang menyukai tempat-tempat yang sifatnya terbuka dan terlebih arus
yang kuat. Tempat-tempat yang disukai adalah perairan yang terlindung.
Berdasarkan pengalaman nelayan, udang karang banyak terdapat di tempat-tempat
yang memiliki kedalaman perairan 10 – 15 m. Kebiasaan hidupnya merangkak di dasar
laut berkarang, di antara karang-karang, di gua-gua karang, dan di antara bunga
karang. Berdasarkan kebiasaannya merangkak, maka udang karang dapat dikatakan
tidak pandai berenang, walaupun memiliki kaki renang (Subani, 1984).
2.1.6. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan dapat tumbuh secara
optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi
seimbang. Dengan kata lain, ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah
yang cukup, dalam budidaya perikanan saat ini terjadi kecenderungan bahwa
semakin besar perusahaan maka perusahaan tersebut akan dikelola semakin
intensif. Hal tersebut berarti, pada lahan yang kapasitas volumenya sama, padat
penebarannya semakin bertambah banyak agar produksinya meningkat. Namun,
pengelolaan pada tingkat padat penebaran tinggi dilakukan dengan biaya produksi
yang rendah sehingga ikan harus diberi makanan, terutama pakan buatan.
Jumlah ransum dan komposisi gizi yang dibutuhkan oleh seekor ikan berbeda-beda dan
selalu berubah. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, umur ikan, dan
ketersediaan pakan alami di dalam tempat peliharaannya.
Di perairan, makanan untuk
kebutuhan ikan sebenarnya sudah tersedia yaitu berupa makanan alami yang banyak
sekali macamnya, baik dari golongan hewan (zooplankton, invertebrate, dan
vertebrate), tumbuhan (phytoplankton maupun tumbuhan air) dan organisme mati
(detritus). Organisme yang dapat menjadi makanan ikan tersebut sangat
bervariasi tergantung kepada tropic level, untuk suatu jenis ikan tertentu
makanan dapat bervariasi menurut ukuran, tempat/habitat, musim dan jenis
kelamin.
Selama tiga bulan pertama
masa pemeliharaan, ikan atau kulitivan diberi pakan berupa ikan rucah, seperti
tembang, selar, dan peperek hingga kenyang. Tujuh bulan berikutnya pemberian
pakan hanya dilakukan satu hari sekali dengan dosis 4-6% bobot badan.
Udang karang termasuk hewan
nokturnal yang aktif pada malam hari keluar meninggalkan sarangnya untuk
mencari makan dan pasif pada siang hari. Hewan nokturnal memiliki aktivitas
yang tinggi pada permulaan menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan
tiba-tiba ketika matahari terbit.
Udang karang mengkonsumsi
moluska dan echinodermata sebagai makanan yang paling digemarinya, selain ikan
dan protein hewan lainnya, terutama yang mengandung lemak, serta jenis algae.
Makanan dari udang karang adalah hewan yang masih hidup atau baru saja
dibunuhnya, dan lobster air laut cukup selektif dalam memilih makanannya.
2.1.7. Kualitas Air
Beberapa sifat air laut
yang harus diperhatikan antara lain suhu air, kadar garam (salinitas), berat jenis,
derajat keasaman (pH), kandungan oksigen, kandungan karbondioksida, dan
kejernihan. Sifat-sifat air tersebut mempengaruhi kenyamanan makhluk hidup
didalamnya.
Suhu dan salinitas memainkan
peranan yang penting dalam kehidupan organisme laut dan estuaria. Suhu sangat
berperan dalam mempercepat metabolisme dan kegiatan organ lainnya. Suhu yang
tinggi dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan terjadinya pengeringan sel.
Keasaman air yang lebih
dikenal dengan pH juga sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan ikan. Keasaman
dihitung berdasarkan logaritma negatif dari ion-ion hidrogen per liter air.
Keasaman (pH) yang terlalu tinggi atau rendah akan meracuni ikan dan hewan
lainnya. Derajat keasaman suatu perairan menunjukan tinggi rendahnya
konsentrasi ion hodrogen perairan tersebut. Kondisi perairan dengan pH netral
sampai sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan ikan air laut. Suatu perairan
yang ber-pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan
menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan
tingginya tingkat kematian. Keasaman air dapat diukur menggunakan pH tester
atau kertas pH. Pengelolaan kualitas air tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan
ikan pada umumnya, diperlukan penyiponan kotoran dan sisa pakan didasar wadah.
Pergantian air minimal satu kali sehari, sekitar 20-50 % atau bila diperlukan.
Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan kualitas air optimal dan tetap
jernih.
Kisaran parameter kualitas
air untuk pemeliharaan lobster secara lengkap, dapat di lihat pada tabel 1 :
Tabel 1. Parameter
kualitas air untuk pemeliharaan lobster Panulirus
sp.
PARAMETER
|
KISARAN NILAI
|
Suhu (oC)
|
11–29
|
Salinitas (‰)
|
25-45
|
DO (ppm)
|
>5
|
Ph
|
7,8-8,5
|
Kedalaman (m)
|
11-15
|
Amoniak (ppm)
|
< 0.1
|
2.2. Parasit
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di
dalam tubuh atau pada tubuh organisme lain (berbeda jenis), sehingga dapat
memperoleh makanan dari inangnya. Organisme parasit dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu patogen asli (true pathogen) dan patogen potensial
(opportunistic pathogen).
Patogen asli adalah organisme parasit yang selalu
menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan ikan. Patogen potensial
adalah organisme parasit yang dalam keadaan normal hidup dengan ikan, akan
tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan segera menjadi patogen penyebab
suatu penyakit.
Berdasarkan
sifatnya parasit dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1.
Parasit fakultatif
Parasit
fakultatif merupakan organisme yang sebenarnya hidup bebas, tetapi karena
kondisi tertentu, mengharuskan organisme tersebut hidup sebagai parasit
sehingga sifat hidup keparasitannya tidak mutlak.
2. Parasit
obligat
Parasit
obligat yaitu semua organisme yang untuk kelangsungan hidup dan eksistensinya
mutlak memerlukan inang.
3. Parasit
insidental atau sporadis
Parasit
ini merupakan suatu parasit yang karena suatu sebab berada pada inang yang
tidak sewajarnya.
4. Parasit eratika
Parasit ini merupakan parasit yang terdapat pada
inang yang wajar tetapi menginfeksi pada daerah yang tidak wajar. `
Umumnya parasit mendatangkan kerugian kepada
inangnya dengan beberapa cara antara lain menghisap cairan (darah, cairan
limfa, dan eksudat), memakan jaringan padat secara langsung, menyebabkan
penyumbatan secara mekanis pada saluran tertentu (usus,
saluran empedu, dan pembuluh darah), menyebabkan tekanan atrofis, menghancurkan
sel-sel tubuh dengan berlangsungnya pertumbuhan di dalamnya, memproduksi
substansi beracun (hemolisin, histolisin, dan anti penjedalan), menyebabkan
timbulnya reaksi tertentu (alergi,
pembengkakan, hipertrofi, hiperplasia), dan juga menurunkan daya tahan inangnya
terhadap penyakit dan parasit lainnya.
2.3. Ektoparasit
yang Biasa Menyerang Lobster
Berikut adalah ektoparasit yang sering menyerang
lobster:
1. Octolasmis mueleri
Klasifikasi:
Phylum: Arthropoda
Class:
Crustacea
Ordo: Decapoda
Genus: Octolasmis
Spesies: Octolasmis mueleri
Morfologi: bentuk tubuh seperti kecamba, memiliki
alat untuk menancap kuat pada inang yang terletak pada bagian pengeluaran,
berkembang biak dengan cara bertelur.
Organ
sasaran: insang, kaki jalan, kaki renang, ekor, karapaks, antena, mata, mulut.
Jenis
ikan yang di serang: kepiting bakau, udang windu, dan lobster
Gejala
klinis: badan kurus dan berat badan menurun.
Pengendalian:
- Dicegah melalui tindakan sanitasi yang ketat
- Menghilangkan
detritus seperti sisa kista artemia
- Memberikan formalin
50-100 ppm selama 30 menit.
Octolasmis
mueleri adalah salah satu spesies teritip
bertangkai (pedunculata) yang merupakan organisme epizoit yang sering ditemukan
dalam bilik pernapasan beberapa spesies decapoda. mueleri diduga merupakan nama lain dari teritip yang banyak
tersebar di seluruh belahan dunia yang dikenal dengan nama Octolasmis lowei atau salah satu dari subspesies O. lowei yang hidup di perairan dangkal.
Jenis teritip ini menggunakan inang mereka untuk
memperoleh nutrisi, transportasi, atau perlindungan dari predator. Kebanyakan
teritip yang bersimbiosis dengan crustacea bersifat epizoik pada bagian mulut,
pleopod, cheliped, maxilliped, atau karapas, sedangkan beberapa merupakan
simbion internal di dalam bilik insang .
2. Ascarophis sp.
Klasifikasi:
Phylum:
Nemathelminthes
Class: Nematode
Genus:
Ascarophis
Spesies: Ascarophis sp
Morfologi: ektoparasit yang
berukuran panjang dan kurus dengan segmen pada seluruh tubuhnya dan hidup
bebas, ukuran panjang jantan 5 mm dan betina 8 mm.
Organ
sasaran: insang dan karapas
Jenis
Ikan yang diserang: kepiting
bakau, lobster, dan ikan
kerapu
Gejala
klinis: Berenangnya lambat dan kondisi ikan lemah.
3. Zoothamnium sp.
Klasifikasi:
Phylum:
Ciliophora
Class:
Oligohymenophorea
Ordo:
Peritrichia
Family:
Zoothamniidae
Genus:
Zoothamnium
Spesies: Zoothamnium sp.
Morfologi:
Merupakan parasit yang berwarna transparan dan keputih-putihan, hidup secara
berkoloni, badan memanjang berbentuk kerucut hampir bulat.
Organ
sasaran: Insang, Ekor, Perut dan Karapaks.
Jenis Ikan yang diserang: Kepiting
bakau, dan Lobster.
2.4. Pemeriksaan
dan Teknik Identifikasi Parasit
Menurut Handajani dan Samsundari (2005), identifikasi
parasit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Makroskopis
• Dengan
mengamati secara langsung penampilan maupun tingkah laku organisme peliharaan,
maka organisme yang sakit akan memperlihatkan gejala-gejala yang berbeda dari
organisme yang sehat.
• Pemeriksaan
secara visual dapat pula dilakukan terhadap organ-organ dalam seperti gonad,
ginjal, hati dan sebagainya dengan cara melakukan pembedahan. Adanya infeksi
endoparasit dapat mengakibatkan ketidaknormalan bentuk dan warna organ dalam.
b.
Mikroskopis
• Pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskop terhadap ektoparasit maupun endoparasit pada
organisme yang tidak mampu untuk dilihat secara jelas maupun tidak dapat
dilihat sama sekali dengan metode pengamatan makroskopis.
• Handajani
dan Samsundari (2005) juga menyatakan bahwa parasit pada organisme dapat
diidentifikasi setelah melihat gejala yang ditimbulkan oleh parasit tersebut
terhadap inangnya. Pemeriksaan pertama adalah pemeriksaan ektoparasit yang
dilakukan pada permukaan tubuh dengan cara mengerok lendir (mucus) dan diamati
menggunakan mikroskop.
Pemeriksaan endoparasit meliputi
pemeriksaan pada insang, endo telescopium, organ pencernaan, otot, dan otak.
Pada bagian insang diamati dengan cara mencabut atau memotong tapis insang,
diletakkan dalam cawan petri yang berisi air laut atau air yang dicampur garam
dapur, kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Pemeriksaan
endoparasit parasit dilakukan dengan cara membedah tubuh organisme dan
mengambil organ-organ dalam seperti gonad, pembuluh hemolimfa, jaringan
subkutikula, ginjal, hati dan sebagainya untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop, secara terpisah.
Pada
pemeriksaan usus dilakukan dengan cara memotong dan mengeluarkan isinya dan
diletakkan dalam gelas objek. Preparat dapat langsung diperiksa di bawah
mikroskop atau diwarnai dengan larutan Giemsa terlebih dahulu.
Spora
parasit merupakan yang paling mudah ditemukan dalam pemeriksaan mikroskopis
ini. Pemeriksaan spora meliputi pengamatan morfologi dan pengukuran dimensi
spora. Pemeriksaan terhadap otot dilakukan dengan cara membuat sayatan tipis,
kemudian melakukan prosedur yang sama dengan cara pemeriksaan di atas.
BAB III
LINGKUP
KEGIATAN
3.1. Tempat dan Waktu
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Januari 2014
di
Balai Karantina Ikan Waiheru, Ambon.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam Praktek Kerja
Lapang ini antara lain dapat di lihat
pada table 2 dan table 3:
Tabel 2. Alat yang di gunakan:
No
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Disseting
set
|
Untuk
pembedahan, pengorekan lendir
|
2
|
Mikroskop
|
Untuk
identifikasi parasite
|
3
|
Pipet
|
Untuk
mengambil NaCl
|
6
|
Tisu
|
Untuk
membersihkan alat
|
7
|
Botol
sampel
|
Untuk
membuat koleksi
|
8
|
Sarung
tangan dan masker
|
Digunakan
peneliti agar tetap steril
|
Tabel 3. Bahan yang digunakan:
No
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Lobster Panulirus sp.
|
Sebagai
bahan praktek
|
2
|
NaCl 0.2
%
|
Untuk
memudahkan pergerakan parasit
|
3
|
Formalin
10 %
|
Untuk
koleksi
|
3.3. Prosedur Kerja
a)
Ambil sampel lobster, letakan pada papan bedah.
b)
Ambil setiap lendir pada bagian-bagian organ lobster yang akan di identifikasi (Antena, Karapaks, Kaki jalan, Kaki renang, Ekor dan
Insang).
c)
Letakan pada slide yang sudah diberi label dan
ditetesi larutan NaCl 0.2 %.
d)
Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 7X, 10X,
15X, 20X, 25X, 30X, 35X, 40X, 45X.
e)
Identifikasi sesuai dengan interpretasi hasil.
f)
Setelah mendapatkan objek yang digunakan buka
Software Motic untuk melihat objek pengamatan pada layar komputer.
g)
Klik capture untuk mengambil gambar objek
pengamatan.
h)
Klik save untuk menyimpan gambar objek pengamatan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang
digunakan dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah Metode Deskriptif yaitu
metode yang memberi gambaran secara lengkap, sistematis dan faktual mengenai
data atau kegiatan yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data
saja, tetapi juga meliputi analisis dan pembahasan data.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Praktek Kerja Lapang dilakukan dengan cara observasi
langsung terhadap kegiatan-kegiatan di Balai Karantina Ikan khususnya berkaitan
dengan teknik dan identifikasi parasit pada Lobster Panulirus sp.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1.
Keadaan
Umum Lokasi Praktek Keterampilan Lapangan (PKL)
Stasiun
Karantina Ikan Kelas I Ambon terletak di jalan Laksdya Leo Wattimena Waiheru Ambon,
Maluku. Lokasi SKI Kelas I Ambon berbatasan dengan :
-
Sebelah barat, jalan.
-
Sebelah timur, SMK Negeri 3 Ambon
-
Sebelah utara, Balai Budidaya Laut
Waiheru, Ambon.
-
Sebelah selatan, rumah warga
Stasiun Karantina Ikan
Ambon merupakan UPT Karantina Ikan yang mempunyai wilayah kerja di Pulau Ambon.
Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon adalah UPT Pusat Karantina Ikan di
Propinsi Maluku dengan wilayah kerja operasional utama yaitu Bandara Udara
Pattimura karena merupakan salah satu pintu pemasukan/pengeluaran komoditas
perikanan di kawasan timur Indonesia yang mobilitas komoditas perikanannya
cukup tinggi.
4.1.2. Tugas dan Fungsi SKI Kelas IA Ambon
Tugas pokok Stasiun Karantina Ikan Kelas I Ambon
adalah : “Melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya HPIK (Hama Penyakit
Ikan Karantina) dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam
negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Stasiun Karantina Ikan Kelas IA Ambon memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. Melaksanakan
tindak karantina ikan terhadap media pembawa hama dan penyakit ikan.
2. Melaksanakan
kegiatan uji coba.
3. Membuat
koleksi Hama dan Penyakit Ikan (HPI) dan Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK)
serta media pembawa.
4. Melaksanakan
pemantauan daerah sebar HPI/HPIK .
5. Mengumpulkan
dan mengolah data tindak karantina ikan.
6. Melaksanakan
pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan karantina
ikan.
7. Mengelola
urusan rumah tangga dan tata usaha.
4.1.3. Kegiatan Laboratorium Uji Parasitologi
Kegiatan pengujian pada laboratorium parasitologi
meliputi pemeriksaan terhadap penyakit ikan golongan parasit pada organ
eksternal dan internal, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi dan pengawetan
jenis parasit yang ditemukan. Pemeriksaan dilakukan pada media pembawa HPI/HPIK
yang dilalulintaskan pada kegiatan ekspor, impor, domestik keluar serta pada
kegiatan pemantauan yang dilaksanakan secara periodik.
4.1.4. Tindakan Karantina Ikan
Tindak karantina ikan adalah tindakan yang dilakukan
untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari luar
negeri dan dari suatu area ke area lain dalam negeri, atau keluarnya dari dalam
wilayah Negara Republik Indonesia. Tindak karantina ikan meliputi pemeriksaan,
pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan
pembebasan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah
yang dilakukan dalam tindakan karantina ini adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
Tindakan
untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan serta untuk
mendeteksi adanya hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan penyakit ikan
karantina.
2. Pengasingan
Tindakan
mengisolasi media pembawa yang diduga tertular hama dan penyakit ikan dan/atau
hama dan penyakit ikan karantina di suatu tempat yang khusus, karena sifatnya
memerlukan waktu yang lama untuk mendeteksinya dan agar tidak menyebarkan atau
menularkan Hama dan Penyakit Ikan Karantina ke lingkungan sekitarnya atau
tempat tujuan.
3. Pengamatan
Tindakan
mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakit ikan dan/atau hama dan
penyakit ikan karantina pada media pembawa yang diasingkan.
4. Perlakuan
Tindakan
yang dilakukan berupa pembebasan media pembawa dari hama dan penyakit ikan
dan/atau hama dan penyakit ikan karantina.
5. Penahanan
Tindakan
menahan media pembawa yang akan dimasukkan ke dalam negeri atau suatu area di
dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
6. Penolakan
Tindakan
tidak diijinkannya media pembawa dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari suatu
area di wilayah Negara Republik Indonesia.
7. Pemusnahan
Tindakan
memusnahkan media pembawa sebagai tindak lanjut dari Tindakan Karantina
sebelumnya.
8. Pembebasan
Tindakan mengijinkan media pembawa untuk dimasukkan
atau dikeluarkan ke atau dari suatu area atau dalam wilayah Negara Republik
Indonesia melalui tempat-tempat pemasukan atau pengeluaran yang telah
ditetapkan setelah dikenakan Tindakan Karantina sebelumnya.
Tindak karantina ikan yang dilakukan petugas Stasiun
Karantina Ikan Kelas I Ambon terhadap media pembawa pada kegiatan domestik
keluar dan ekspor meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isi dokumen,
pengasingan bila tertular hama dan penyakit, pengamatan klinis dan pemeriksaan
laboratorium terhadap media pembawa, yang selanjutnya dikeluarkan sertifikat
kesehatan ikan, sedangkan tindakan karantina yang dilakukan terhadap media
pembawa yang dilalulintaskan ke dalam area (domestik masuk) meliputi
pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isi dokumen, pengamatan gejala klinis
media pembawa yang selanjutnya dikeluarkan sertifikat pelepasan.
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Pemeriksaan parasit
Pada pemeriksaan Ektoparasit Lobster, organ yang
diperiksa adalah antena, karapaks luar dan dalam, kaki jalan, kaki renang, dan
ekor. Pemeriksaan bagian karapaks luar dan dalam, kaki jalan dan kaki renang
tidak ditemukan ektoparasit, tetapi pada pemeriksaan antena di temukan Octolasmis sp. Gambar Antena dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambar
2. Antena lobster tempat Octolasmis
sp. Menempel
Sumber: Dokumentasi
pribadi
Pemeriksaan pertama di lakukan pada lobster segar,
dan pemeriksaan kedua dilakukan pada lobster yang masih hidup. Hasil yang
paling baik dilakukan pemeriksaan pada lobster adalah lobster segar atau yang
masih hidup, dimana parasit lebih mudah dikenali karena masih hidup dan
bergerak.
Kegiatan praktek keterampilan lapangan yang di
laksanakan di laboratorium uji Parasitologi di Balai Karantina Ikan Waiheru
Ambon, pemeriksaan parasit meliputi pemeriksaan eksternal (ektoparasit) pada lobster.
Pemeriksaan ekternal dilakukan dengan memeriksa bagian antena, karapaks, kaki
renang, kaki jalan, dan ekor.
Dari hasil pemeriksaan parasit,
pada bagian eksternal hanya pada antena yang di temukan parasit jenis Octolasmis sp, sedangkan pada bagian
lain tidak di temukan parasit, hal ini
kemungkinan di karenakan pada bagian eksternal dari lobster memiliki lapisan
yang mencegah terjadinya serangan parasit meskipun sering terkontak dengan
substrat tempat hidupnya. Octolasmis
sp dapat menempel secara kuat dengan mengaitkan kakinya pada bagian-bagian lobster
yang dapat mendukung proses berkembangbiak Octolasmis
sp dengan cepat. Hewan uji yang di periksa berupa lobster segar dan atau yang
masih hidup. Penggunaan sampel hidup ini memudahkan kita untuk memeriksa jenis
parasit yang ada pada lobster, karena bila menggunakan sampel yang mati maka
kemungkinan parasit yang ada ikut mati. Hal ini disebabkan bahwa Parasit
membutuhkan inangnya untuk kehidupannya. Pada saat pemeriksaan parasit di tambahkan
dengan NaCl fisiologis. Penambahan ini bertujuan untuk memudahkan pergerakan
dari parasit dan memungkinkan parasit bisa tetap hidup. Selanjutnya di lakukan
pengawetan untuk koleksi parasit.
4.2.2. Teknik Identifikasi Ektoparasit
Pada Lobster
Teknik pemeriksaan parasit pada Lobster dilakukan
secara makroskopis dan mikroskopis. Teknik pemeriksaan makroskopis yaitu
pengamatan secara kasat mata terhadap semua organ lobster sedangkan teknik
pemeriksaan mikroskopis adalah teknik pengamatan organ-organ lobster dibawah
mikroskop. Organ-organ yang diperiksa secara mikroskopis adalah lendir karapaks
dalam dan luar, lendir kaki jalan, lendir kaki renang, dan lendir ekor.
1. Teknik
Pemeriksaan Makroskopis
a. Organ-organ
eksternal Lobster seperti antena, kepala, karapaks yang dapat diamati secara
kasat mata, jika ditemukan parasit maka diambil dengan menggunakan pinset untuk
selanjutnya di buat koleksi.
b. Jika
dalam pemeriksaan makroskopis ditemukan parasit maka diambil dengan menggunakan
pinset untuk selanjutnya di koleksi dengan cara merendam parasit dalam tabung
tertutup yang berisi larutan formalin 10%.
2. Teknik
Pemeriksaan Mikroskopis
a.
Karapaks luar, kaki jalan, kaki renang,
dan ekor di korek lendirnya untuk di amati di bawah mikroskop, jika ditemukan
parasit maka disisihkan dengan menggunakan jarum untuk kemudian di koleksi.
b. Koleksi
dilakukan dengan cara merendam parasit dalam tabung tertutup yang berisi larutan formalin 10%.
Identifikasi parasit dilakukan dengan cara
mencocokkan morfologi parasit yang ditemukan dari hasil pengamatan makroskopis
dan mikroskopis dengan jenis-jenis parasit dalam buku identifikasi parasit.
4.2.3. Jenis Ektoparasit dan Organ Tempat Parasit
Ditemukan
Berdasarkan
hasil identifikasi, jenis ektoparasit yang ditemukan yaitu 1 spesies dari filum
Arthropoda yaitu Octolasmis sp. Jenis
parasit yang berhasil ditemukan pada Lobster selama kegiatan PKL dan organ
tempat parasit ditemukan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel
4. Jenis parasit dan organ tempat parasit ditemukan:
No
|
Organ
Pemeriksaan
|
Parasit
yang ditemukan
|
1
|
Karapaks
|
Tidak ditemukan
|
2
|
Kaki Jalan
|
Tidak ditemukan
|
3
|
Kaki Renang
|
Tidak
ditemukan
|
4
|
Antena
|
Octolasmis sp.
|
5
|
Ekor
|
Tidak ditemukan
|
5.4. Octolasmis sp.
Gambar
3. Octolasmis sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Octolasmis sp. adalah salah satu parasit bertangkai yang yang sering ditemukan
dalam ruang pernapasan beberapa spesies decapoda. Genus Octolasmis adalah salah satu jenis dari genera Lepadomorpha yang
paling besar, terdiri dari 37 spesies, kebanyakan bersifat ektosimbiosis dengan
crustacea laut khususnya dari ordo decapoda terutama kepiting dan lobster,
sedangkan beberapa jenis kadang ditemukan pada karang, echinodermata, moluska,
ikan, atau ular laut.
Setelah di ketehui jenis parasit octolasmis maka di ambil sistematika
dari buku identifikasi ektoparasit di laboraturium uji parasitologi di Balai
Karantina Ikan.
Klasifikasi
Octolasmis sp. adalah sebagai berikut:
Phylum: Arthropoda
Class:
Crustacea
Ordo: Decapoda
Genus: Octolasmis
Spesies: Octolasmis sp.
Morfologi dari parasit ini yaitu bentuk
tubuh seperti kecamba, memiliki alat untuk menancap kuat pada inang yang
terletak pada bagian pengeluaran, dan
berkembang
biak dengan cara bertelur, panjang
tangkai 2 mm memiliki sel semen dengan diameter sekitar 50 mm. Masing-Masing
sel memiliki satu nukleus dan satu nukleolus. Biasanya, organ sasaran dari parasit ini adalah insang, kaki jalan, kaki renang, ekor, karapaks, antena, mata, dan mulut. Parasit ini biasanya menyerang organisme seperti
kepiting bakau, udang windu, dan lobster.
Gejala Klinis yang ditimbulkan dari parasit ini terhadap organisme antara lain badan
kurus dan berat badan menurun. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi dari
parasit ini yaitu:
-
Melalui
tindakan sanitasi yang ketat.
-
Menghilangkan detritus seperti sisa
kista artemia.
-
Memberikan formalin 50-100 ppm selama 30
menit.
Jenis parasit ini menggunakan inang mereka untuk
memperoleh nutrisi, juga perlindungan dari predator. Tujuan penempelan O.
sp.
adalah insang karena dari hasil pemeriksaan yang di lakukan di Balai Karantina
Ikan, parasit
ini paling banyak ditemukan di bagian insang. Tetapi pada praktek keterampilan lapangan yang
saya lakukan ini, parasit ini di
temukan pada
antena.
Anatomi parasit
ini
biasanya lebih sederhana, parasit jenis ini tidak punya otot, hanya memiliki tubuh
seperti kantung. Parasit ini mendapatkan makanan dengan
menyusupkan benang-benang rhizoma yang ada dalam tubuh ke dalam tubuh inang
tempat mereka menempel. Keberadaan
O. sp. dalam ruang pernapasan dapat
mempengaruhi inang dalam banyak hal, pengaruh
yang diberikan O. sp. pada inangnya
antara lain :
1) Berkurangnya
oksigen dalam air pada bilik pernapasan inang.
2) Pertumbuhan
parasit dapat menghalangi sirkulasi air
dalam bilik pernapasan inang, sehingga menyebabkan inang harus mengeluarkan
energi yang lebih besar untuk proses sirkulasi air.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
-
Hasil
identifikasi yang dilakukan, ditemukan jenis parasit octolasmis pada antena dari lobster, sedangkan bagian lobster yang
lain tidak di temukan parasit.
-
Ketahanan tubuh lobster bagian luar
cukup kuat sehingga parasit susah untuk menempel pada luar tubuh lobster, sehingga dari literatur di
peroleh informasi bahwa octolasmis
banyak terdapat di insang dari inang untuk mengambil nutrisi inang.
5.2. Saran
Pada pengamatan makroskopis dan mikroskopis harus
benar-benar teliti untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengidentifikasi juga waktu penelitian perlu di tambah sehingga dapat
memberikan penjelasan yang lebih banyak dan akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Richard,
J. F. Jenkins. 1972 Metanephrops, A New Genus Of Late
Pliocene
ToRecent Lobsters (Decapoda, Nephropidae).
Ahmad, J. Faizin. 2001. Penanganan Dan Pemasran Lobster Air
Laut. (Panulirus
Spp)
Untuk Tujuan Ekspor Pada UD. OBA Cilacap Jawa Tengah.
Jones C. M., C. P. McPhee, I. M. Ruscoe. 2000. A Review of Genetic Improvement
in Growth Rate in Redclaw CrayfishCherax quadricarinatus
(Von Marten), Q DPI, Walkamin,
Queensland.di kunjungi 23/4/2011.
Moosa
dan Aswandy (1984), dalam klasifikasi
lobster (Panulirus spp).
Subani (1984) dalam penjelasan tentang udang karang.
Handajani dan
Samsundari (2005) Tektik Identifikasi Ektoparsit.Holthuis, L. B. 1991.
Marine Lobsters of the World: An
Annotated and
Illustrated Catalogue of Species of Interest
to Fisheries Known to
Date Vol. 13 No. 125. Food ang Agriculture Organization of the United Nations, Roma.
Martin, Joel W. and George E. Davis.
2001. An Update Classification of the Recent
Crustacea. Natural History Museum of Los
Angeles County,
United States of America.
Minami, Hideki, Nariaki Inoue and
Hideo Sekiguchi. 2001. Vertical Distributions
of Phyllosoma Larvae of Palinurid and Scyllarid Lobsters in the Western North
Pasific Journal of Ocenography Vol. 57pp. 743 to 748. Faculty of Bioresources Mie University, Japan.
Myers, P., R. Espinosa, C. S. Parr,
T. Jones, G. S. Hammond, and T. A. Dewey. 2008. The Animal Diversity Web
(online). Accessed at http://animaldiversity.org [7 September 2008]
Buku
Identifikasi Parasit Balai Karantina Ikan Waiheru, Ambon.
LAMPIRAN
– LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. (Alat dan Bahan)
- Alat
Slides
( preparat )
|
Disseting
set
|
Wadah
|
Mikroskop
|
komputer
|
Sarung
tangan dan masker
|
- Bahan
Formalin
|
NaCl Fisiologis
|
Alkohol
|
Lobster Panulirus sp.
|
|
LAMPIRAN
2. Ruangan
Laboratorium
|
Penerimaan Sampel
|
Nekropsi Dan Uji Parasitologi
|
Sterilisasi
|
LAMPIRAN
3. ( Kegiatan Praktek )
Sterilisasi
wadah dengan air
|
Sterilisasi
wadah dengan alkohol
|
Proses kerok
lendir
|
Proses kerok
lendir
|
Proses
pembedahan
|
Identifikasi
dengan mikroskop
|
LAMPIRAN
4. ( Gambar Parasit )
Octolasmis sp.
|
LAMPIRAN
5. (Gambar Parasit Yang Dikoleksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar